Republika/Agung Supri |
Muslimah azan (ilustrasi). |
REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah riwayat dari Bukhari-Muslim mengisahkan bagaimana azan disyariatkan. Ketika rombongan para sahabat yang hijrah dari Makkah tiba di Madinah bersama Rasulullah SAW, telah masuk waktu shalat.
Di saat bersamaan, belum terdapat media yang dipergunakan untuk memanggil khalayak agar berkumpul dan shalat berjamaah.
Mereka akhirnya bermusyawarah. Ada usulan menggunakan lonceng ala Nasrani atau torempet seperti umat Yahudi.
Lantas, Umar bin Khathab mengusulkan cukup dengan panggilan yang diserukan oleh seorang sahabat. Rasulullah akhirnya menunjuk Bilal untuk memenuhi tugas tersebut. Bilal adalah muazin pertama. Dan, ia adalah sosok lelaki.
Jika Bilal adalah sosok sahabat dari golongan laki-laki, muncul dalam kajian fikih Islam pertanyaan tentang boleh atau tidaknya seorang perempuan mengumandangkan azan.
Bila dikategorikan, ada dua persoalan utama, yaitu Muslimah berazan khusus untuk golongan perempuan, dan permasalahan lainnya ialah azannya perempuan untuk publik secara umum, terutama laki-laki.
Dari hadis di atas, Ibnu Hajar dalam kitab Fath Al-Bari-nya mengemukakan penunjukan azan hanya ditujukan untuk golongan laki-laki. Karena itu, mayoritas ulama bersepakat bahwa seorang perempuan tidak boleh azan ataupun iqamat untuk jamaah laki-laki.
Pendapat ini masyhur dipakai oleh empat mazhab fikih terkemuka; Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dengan demikian, seorang perempuan tidak diperbolehkan azan untuk jamaah lawan jenis.
Lalu timbul permasalahan apakah azan yang telanjur dikumandangkan sah? Terkait ini, para ulama juga berselisih pandang. Pendapat pertama mengatakan azan yang terlanjut ia kumandangkan tidak sah.
Pandangan ini dianut oleh mayoritas ulama dari Mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan pendapat kedua menyatakan azan perempuan yang bersangkutan dianggap sah dengan adanya kemakruhan. Pendapat ini banyak digunakan di Mazhab Hanafi. Kemudian, bagaimana bila yang bersangkutan berazan untuk komunitas Muslimah. Bolehkah azan ia kumandangkan?
Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Nashih Nashrullah
Source: www.republika.co.id