Pesan Dari Upacara Ngarot Lelea Indramayu
Pagi itu terasa terik, namun ratusan warga Desa Lelea menantikannya. Karena tepat di hari rabu --dan selalu digelar setiap tahun -- pesta ngarot itu ada di Desa/Kecamatan Lelea saja. Ritual yang dimulai dari rumah pak kuwu kemudian berpawai keliling desa. Peserta ngarot adalah perawan/cuene dan jejaka. Jangan coba-coba para janda/duda, gadis tak perawan atau pemuda tak perjaka, ikut ngarot. Konon ia bisa kena tulah. Benarkah?Rabu (22/12/2010), seperti pada tahun-tahun sebelumnya, dari pagi hari aktivitas peserta ngarot sudah dimulai dengan berdandan di rumahnya masing-masing. Cuene mukanya nampak ceria karena akan bertemu jejaka, sebaliknya si jejaka sumringah karena akan berjumpa para cuene.
Pakaian mereka indah-indah untuk memikat hati para jejaka. Para cuene memakai kebaya berselendang dan dilengkapi aksesoris gemerlap, seperti: kalung, gelang, giwang, bros, peniti emas, dan kepala berhias bunga warna-warni seperti kenanga, melati, mawar, kantil, dan kertas. Sementara para jejaka mengenakan kostum dominan warna hitam, berpakaian kebaya dan celana komboran serta sandal berwarna hitam, lengkap dengan ikat kepala.
Sekitar pukul sembilan, mereka lantas berjalan mengelilingi kampung sebagai tanda upacara ngarot dimulai. Barisan terdepan adalah pak kuwu yang berpasangan dengan ibu kuwu sebagai pengantinnya. Pawai berakhir di balai desa. Semua peserta ngarot yang berjumlah 112 cuene dan jejaka ini kemudian masuk aula balai desa, sambil duduk berhadap-hadapan, mereka dihibur dengan seni tradisional: tari ronggeng dan tari topeng.
Upacara ini memberikan makna terhadap kehidupan masyarakat melalui perilaku yang dilakukan tetua adat kepada perwakilan jejaka dan cuwene antara lain penyerahan bibit padi yang menyimbolkan bahwa musim tanam padi sudah tiba dan petani mulai menggarap sawah, penyerahan pupuk bermakna sebagai kesuburan, daun andog dan daun bambu kuning bermakna sebagai tanaman pengusir hama penyakit, penyerahan kendi yang berisi air bermakna menandakan kesuburan dengan melimpahnya air.
Menurut sesepuh desa yang juga mantan kuwu Desa Lelea, Saiman, dalam perkembangannya upacara ngarot mengalami pergeseran nilai, dan parahnya sekarang lebih dikenal sebagai ajang mencari jodoh yang sebetulnya itu pengertian yang salah. Sebetulnya ngarot adalah arena pembelajaran bagi para pemuda agar pintar dalam ilmu pertanian.
Mengenai tulah yang berlaku bagi peserta ngarot yang tidak perawan dibenarkan oleh Saiman. “Jika seorang gadis tak perawan mengikuti pawai arak-arakan ngarot, maka bunga melati yang terselip di rambutnya, dengan sendirinya akan layu, dan si gadis akan mendapat aib karena sudah kehilangan kehormatan diri,” katanya.
Di Kabupaten Indramayu, Desa Lelea adalah satu dari beberapa desa yang menggunakan bahasa Sunda. Terlihat dari upacara ngarot sebagai bagian dari adat Sunda dengan bahasa dan cara Sunda. Ngarot menurut bahasa Sunda berarti minum, yang merupakan arena pesta minum-minum dan makan-makan di kantor desa sebelum para petani mengawali menggarap sawah. Tradisi itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bercocok tanam.
Diceritakan Saimin, pada mulanya, upacara ngarot dirintis oleh kuwu pertama Lelea yang bernama Canggara Wirena, pada tahun 1646. Acara tidak dilaksanakan di balai desa waktu itu. Kuwu Canggara Wirena sengaja mengadakan pesta ngarot sebagai ungkapan rasa syukur kepada tetua kampung bernama Ki Buyut Kapol dari Banten, yang telah rela memberikan sebidang sawah seluas 26.100 m2.
Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur, ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi makan kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu, cerita Saimin pria berusia 59 tahun dan mengaku sebagai ketua mantan kuwu sekabupaten Indramayu ini.
Beberapa warga yang ditemui mengaku percaya jika ngarot merupakan saat penting bagi para remaja untuk mendapatkan pasangan hidup. “Jodoh yang didapat dari ritual ngarot, katanya kekal, setiap upacara ini digelar, banyak pemuda dan pemudi turut serta dan sebagian peserta selalu pulang dengan wajah cerah dan hati berbunga-bunga,” kata Ani, salah seorang peserta.
Setelah seharian MH mengikuti prosesi upacara ngarot, makna yang terkandung dari upacara ngarot yaitu pesta tanam padi dan ucapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen. Simbol-simbol pada upacara ngarot mengandung pesan yaitu pada bunga kenanga pesannya agar para cuene tetap menjaga keperawanannya, bunga melati agar para cuene menjaga kebersihan diri dan kesuciannya, bunga kertas bahwa para cuene harus tetap menjaga kecantikannya sebagai kembang desa. Simbol pada aksesoris kalung, gelang, dan cincin mengandung pesan bahwa petani harus bekerja dengan giat dalam menggarap sawah agar hasil panennya melimpah, selendang mengandung pesan bahwa cuene harus menjaga penampilan fisik agar terlihat cantik dan menarik.
Simbol pada pakaian kebaya dan komboran bermakna agar masyarakat harus tetap menjaga dan melestarikan pakaian adat petani. Sedangkan gelang akar mengandung pesan bahwa seorang jajaka harus melindungi dan mengayomi keluarga dan masyarakat.
• imam
Source: tabloid-mh.blogspot.com