Datu Aca dan Ratu Tikus :: Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat
Oleh Endang Firdaus
Datu Aca adalah seorang kepala desa. Ia tinggal di Tundung di sebelah timur Desa Sukadana. Datu Aca memiliki ladang di Gunung Sawia. Di ladang itu ia menanam perenggi, sonda-sonda, semangka, jagung, dan ketela. Bila masa berbuah tiba, Datu Aca akan membuat pondok di ladang itu. Ia lalu akan bermalam di pondok itu menunggui tanam-tanamannya.
Suatu malam, saat tengah bermalam di pondok di ladangnya, Datu Aca buang air kecil. Air seninya jatuh dalam tempurung kelapa. Air itu lalu diminum oleh Ratu Tikus. Usai meminum itu, tikus itu seketika hamil. Ia lalu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik.
Ketika anak tikus itu berumur enam tahun, Datu Aca melihatnya di ladang bersama ibunya. Datu Aca menangkap anak itu, lalu dibawanya pulang. Dirawatnya penuh kasih sayang. Setiap malam, tanpa diketahui oleh Datu Aca, Ratu Tikus selalu menemui anak itu.
Anak itu tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Datu Aca lalu memperistrinya. Setelah beberapa lama ia pun hamil, lalu melahirkan seorang bayi perempuan. Bila Datu Aca sudah pergi ke ladang, Ratu Tikus selalu datang mengunjungi anak itu.
Suatu hari, istri Datu Aca pergi ke sungai untuk mengambil air dan mencuci pakaian. Datu Aca menunggui anaknya yang tengah tidur lelap dalam ayunan. Tak lama Ratu Tikus datang dan segera menghampiri cucunya. Melihat tikus itu, Datu Aca cepat mengambil sepotong kayu. Dipukulnya tikus itu hingga mati. Istri Datu Aca mengetahui ibunya mati diam saja, karena ia tidak ingin ada yang mengetahui kalau ibunya seekor tikus.
Datu Aca lalu membuang bangkai Ratu Tikus di jurang Tundung. Dengan alasan akan mencuci pakaian di sungai, istrinya selalu pergi ke sana mengunjungi bangkai tikus itu. Di sana, ia akan menangis penuh kesedihan. Ratapnya, “Jika manusia mati, suasana pun ramai! Alu berdentang-dentang! Namun saat ibuku yang seekor tikus mati, keadaan amat sunyi!”
Datu Aca sangat heran melihat istrinya selalu berlama-lama berada di sungai dan selalu pulang dengan mata sembab seperti habis menangis. Ia pun mengikutinya ketika ia kembali ke sungai. Istrinya pergi ke jurang Tundung. Lalu ratapnya, “Jika manusia mati, suasana pun ramai! Alu berdentang-dentang! Namun saat ibuku yang seekor tikus mati, keadaan amat sunyi!”
Datu Aca menghampiri. Istrinya sangat terkejut. Datu Aca lalu meminta istrinya untuk berterus terang. Terisak-isak istrinya bercerita, bahwa tikus yang telah dibunuh Datu Aca adalah ibunya. Ucap Datu Aca setelah itu, “Sudah, jangan bersedih lagi. Sekarang mari kita urus mayat ibumu ini dengan sebaik-baiknya. Kita juga akan mengadakan selamatan untuknya.”
Datu Aca lalu mengubur Ratu Tikus seperti seorang manusia, lalu mengadakan selamatan kematiannya. Kini di Lombok, bila seseorang membunuh seekor tikus di ladangnya, ia akan mengunjungi makam Ratu Tikus dan makam Datu Aca di jurang Tundung dengan membawa bubur lima macam, nasi bembam, apem, gula kelapa, dan ketupat, lalu mengambil air dari makam Ratu Tikus untuk membuat bubur padi di ladang yang baru dimakan tikus. Dengan melakukan itu, orang percaya ladang itu tak akan diganggu tikus lagi.
Source: kampunggintung.blogspot.com