Lima fakta tentang autisma
Jakarta (ANTARA News) - Hari Peduli Autisma dirayakan setiap tahunnya pada 2 April di seluruh dunia. Kelainan yang menyerang bagian fungsi otak ini, terkadang disalahartikan atau memunculkan berbagai mitos yang salah di masyarakat.
Di bawah ini lima fakta terbaru tentang autisma yang dapat mematahkan mitos-mitos keliru tersebut, seperti dikutip dari IBTimes.
Diagnosa autisma masih belum jelas
Autisma lebih banyak disandang oleh anak laki-laki, hal ini dikarenakan jumlah anak laki-laki yang menyandang autisma, lima kali lebih banyak daripada perempuan.
Laporan dari data laporan Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) juga menyatakan beberapa tahun belakangan ini, autisma lebih banyak disandang oleh anak-anak keturunan kulit hitam ataupun Hispanik. Ini bukan disebabkan oleh etnis atau pun lokasi tempat tinggal, namun perubahan pengobatan di beberapa komunitas selama beberapa tahun belakangan ini, bisa jadi sebagai penyebabnya.
Autisma dapat mencakup beberapa arti
National Institute of Mental Health merinci lima kelainan yang tergolong sebagai autisma. Autisma klasik, adalah kelainan yang menyerang perilaku seseorang dan mudah dikenali. Adapula sindrom Asperger yang membuat penyandang memiliki kesulitan untuk berinteraksi sosial.
Sindrom Rett, hanya terjadi pada anak perempuan dan merusak koordinasi otot. Gangguan disintegrasi anak, dimana seorang anak kehilangan kemampuan yang seharusnya sudah dimilikinya. Yang terakhir adalah gangguan perkembangan pada anak.
Autisma tidak dapat disembuhkan, namun diagnosa awal adalah kuncinya.
Sampai detik ini, autisma memang belum dapat disembuhkan, namun beberapa ahli mengatakan efek negatif dari gangguan ini dapat diredam sejak gejala awal.
Penyebab yang masih misteri.
Sampai detik ini tidak ada yang dapat memastikan apa penyebab dari autisma. Penyebab genetik memang masih menjadi faktor utama, namun kesulitan saat persalinan, usia orang tua, serta penyakit yang diderita ibu saat mengandung dapat menjadi penyebab gangguan fungsi otak ini.
Autisme tidak selalu merugikan
Beberapa peneliti mengatakan bahwa autisme seharusnya tidak dijadikan sebagai kelemahan, namun justru kekuatan. Kesulitan saat berinteraksi dapat mencegah masyarakat untuk menyadari seseorang adalah penyandang autisma.
"Beberapa penyandang autisma memilliki kekuatan luar biasa untuk merekam dan mengenali pola-pola sulit," ujar Laurent Mottron dari University of Montreal, dalam jurnalnya yang dikutip oleh IBTimes.
(M048)
Editor: Aditia Maruli
Source: www.antaranews.com