2 Tahun UU KIP, Masih Ada Sekolah yang Bandel
Jakarta Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sudah 2 tahun berjalan. Namun masih ada sekolah yang membandel dengan tidak memberikan keleluasaan pihak-pihak tertentu dalam mengakses aliran dan biaya operasional sekolah (BOS) dan biaya operasional pendidikan (BOP).
"Putusan informasi yang menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) yang detail, realisasi informasi publik termasuk bukti-bukti transaksi. Makanya ada bukti surat pertanggung jawaban (SPJ)," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (17/5/2012).
Keterbukaan informasi di sekolah penting sebab ada beberapa kasus korupsi dana BOS. Misalnya saja terdapat penggelembungan harga dalam pembelian alat tulis kantor (ATK), atau dalam pembayaran honor guru dan fotokopi naskah.
"Karena banyak ortu murid yang kritis itu misal itu tidak ada angaran. Nanti diambil dari pembelian kertas, dan segala macam karena ortu murid mempertanyakan hal itu. Terkadang sikap orangtua yang kritis malah mendapat balasan dengan intimidasi terhadap anak, atau pun gurunya," imbuh Febri.
Dalam kesempatan yang sama, Longga Raja Guguk, salah seorang guru SMP menyebut dirinya pernah mendapat intimidasi lantaran pernah memberikan pernyataan ke media terkait penggunan BOS yang tak sesuai peruntukannya. Padahal hal itu dilakukan dia demi memperbaiki keadaan sekolah.
"Penggunaan BOS itu, guru tidak pernah diperbolehkan melihat transparansi aliran dana bos," keluh Longga.
Jika semua berjalan sesuai aturan, Longga yakin kualitas pendidikan akan meningkat. Menurut dia, sesuai PP No 74 tahun 2008 pasal 45 ayat 1 dan 2 serta petunjuk teknis dari Kadis Pendidikan DKI Jakarta No 13 tahun 2010 pasal 8 ayat 2e, guru memiliki hak mengakses keuangan sekolah.
"Dari organisasi Forum Musyawarah Guru Jakarta (FGMJ) dan Federasi Ikatan Guru seluruh Indonesia (FSGI), tuntutan kita supaya ada transparasi dana BOS dan sekolah dijadikan benteng kejujuran. Padahal dunia pendidikan itu mengajatkan kejujuran. Bagaimana mau jujur kalau di tiap sekolah masih ada stempel palsu dan kwitansi palsu.Apakah harus begini dunia pendidikan," gugat Longga.
Dijelaskan dia, keinginan para guru adalah sama yakni tindak tuntas permasalahan transparansi BOS. Dia berharap semua guru punya keberanian dalam menegakkan transparansi BOS.
"Keinginan saya, benar terwujud pendidikan benteng kejujuran. Kedua kami mohon semua guru ada keberanian. Guru setidaknya mengetahui UU, dan terakhir kejujuran dari pengelola sekolah, di seluruh Indonesia," paparnya.
Dia berharap DKI bisa menjadi barometer untuk daerah lain dalam transparansi keuangan sekolah. "Sebab Jakarta itu ibukota," kata Longga.
(vit/ndr)
Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Source: news.detik.com