William Suhaib Webb :: Mualaf yang Menjadi 500 Muslim Berpengaruh di Dunia (1)
William Suhaib Webb |
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Devi Anggraini Oktavika
Kakeknya adalah seorang pengkhutbah gereja. Dari ceramah-ceramah sang kakek, ia mengetahui banyak hal tentang Kristen. “Aku bukan orang yang tidak mengenal agamaku dengan baik. Aku mengenalnya, tidak menerimanya, dan kemudian tidak mempercayainya.”
***
Cucu sang pengkhutbah gereja itu bernama William Webb. Saat berusia 20 tahun, ia memperlengkap namanya menjadi William Suhaib Webb sebagai penanda identitas barunya. Ia resmi menjadi Muslim setelah tiga tahun gamang dengan agamanya.
“Aku pergi ke gereja tiga kali seminggu. Dan aku juga membaca Bibel,” katanya saat diwawancarai dalam program islami independen “The Deen Show”. Meski bukan umat Kristen yang taat, Webb mengaku mengetahui banyak hal tentang Kristen dari aktivitas keagamaan yang dilakukannya, serta dari ceramah kakeknya.
Ia menuturkan, sejak masih muda Webb telah merasa tak mampu mencerna informasi dan ajaran agamanya tentang Trinitas. “Bahwa Tuhan ada tiga atau bahwa ia adalah satu dari tiga.” Selain itu, dari kitab suci yang dibacanya, Webb menemukan dua tuhan berbeda dari kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. “Sejak itu, aku tidak bisa lagi mempercayai ajaran agamaku,” ujarnya.
***
Webb lalu mendatangi ibunya dan bertanya tentang Yesus Anak Tuhan yang mati untuk menebus dosa-dosa umatnya. “Aku bertanya apakah itu inti dari penebusan dosa. Ia (ibuku) menjawab ‘Ya’.” Tak puas, Webb mengejar dengan pertanyaan lainnya. “Lalu bagaimana dengan para Nabi yang diutus sebelum Yesus? Tak satupun dari mereka percaya pada ketuhanan Yesus.”
Pada titik itu, Webb mengetahui bahwa para nabi, terutama Ibrahim dan Musa yang disebutkan dalam Alkitab, berdoa dan menyembah satu tuhan. “Bahkan Yesus sendiri tidak pernah mengatakan dirinya Tuhan, dan dia juga berdoa pada Tuhannya,” katanya.
Tak mendapat jawaban dari sang ibu, Webb memulai pencariannya. Tiga tahun lamanya pria kelahiran 1972 ini membaca Alquran, kitab yang banyak didengarnya dari khutbah kakeknya. Selain itu, hal lain yang mendorongnya mendekati Alquran adalah stigma positif tentang Islam kala itu.
“Tidak seperti sekarang, pada masa itu kami (masyarakat AS) berpikiran bahwa para Muslim adalah orang-orang yang benar.” Bahkan, katanya, ada pendapat yang mengatakan bahwa siapapun yang ingin menjadi orang benar dan lurus, ia harus bergaul dengan Muslim.
***
Dalam Islam, Webb menemukan jawaban atas segala pertentangannya terhadap ajaran agama terdahulunya. Ketika diminta menjelaskan tentang Allah, Webb mengatakan Allah adalah satu Dzat yang unik. “Karena ia tak menyerupai apapun dan siapapun. Wa lam yakullahuu kufuwan ahad.”
“Karena itu, Allah tidak mungkin punya anak. Jika Ia beranak, maka Ia menyerupai makhluknya.” Mengenai dosa warisan, Webb tegas menjawab Islam hanya percaya pada fitrah yang dibawa manusia sejak lahir. “Konsep dosa warisan itu tidak adil, sedangkan Allah bukan Dzat Yang tidak adil,” tegasnya.
Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Devi Anggraini Oktavika
Sumber: berbagai sumber
Source: www.republika.co.id