Tak Ada Bantuan, Masyarakat Adat Minim Partisipasi
RETNO HY/"PRLM" | SEKJEN Duta Sawala Adat Tatar Sunda dan Baresan Adat Tatar Sunda, Eka Santosa, saat membagikan buah kelapa ratu kepada sesepuh adat, bertempat di Alam Santosa,Kamp. Sekebalingbing, Ds. Pasir Impun, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung untuk disemaikan di kampung adat masing-masing.* |
BANDUNG, (PRLM).- Masyarakat adat Jawa Barat dan Banten berharap pemerintah daerah menyalurkan bantuan pengadaan bibit tanaman produktif maupun langka. Minimnya bantuan pemerintah kepada masyarakat adat mengakibatkan memunculkan anggapan partisipasi masyarakat adat terhadap pembangunan masih minim.
“Kondisi seperti inilah yang harus diluruskan di masyarakat. Bagaimana masyarakat adat akan berperan aktif dalam pembangunan kalau bantuan yang dibutuhkan saja tidak diberikan,” ujar Sekjen Duta Sawala Adat Tatar Sunda dan Baresan Adat Tatar Sunda, Eka Santosa, saat membagikan buah kelapa ratu kepada sesepuh adat, bertempat di Alam Santosa, Kamp. Sekebalingbing, Ds. Pasir Impun, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung, Sabtu (2/6/12).
Dikatakan Eka, masyarakat adat sangat kukuh atau kuat memengang tradisi memelihara alam dan lingkungan. Bahkan di sejumlah kampung adat tertentu sejumlah jenis pohon sangat dilindungi, semisal pohon manglid dan bambu serat di Kampung Adat Sanaga, Kuta maupun Dukuh. Tanaman tersebut sangat dijaga karena berbagai fungsinya dalam kehidupan.
Demikian pula halnya dengan pohon kelapa dan kawung (nira). “Di daerah Banten Kidul (Ciptarasa, Ciptagelar, Sinarresmi dan lainnya) pohon kawung sangat dijaga karena semua bagian pohon memberikan manfaat, selain sadapannya jadi gula, ijuk dan daunnya jadi atap rumah,” terang Eka.
Dikatakan Eka, hasil gula semut (brown sugar) Banten Kidul kualitasnya diakui dunia, setiap hasil panen tidak kurang dua ton gula semut dihasilkan. Sementara masyarakat adat Kawali penghasil kapol (kapulaga), Kampung Dukuh, Kuta dan lainnya penghasil gula aren serta penyemaian bibit tanaman.
“Hanya sangat disayangkan dalam pemasarannya kurang mendapat dukungan. Karenanya hingga kini untuk pemasaran masih dimonopoli ataupun dimainkan Bandar,” ujar Eka.
Sementara Abah Dede dari Kawali Kab. Ciamis, Abah Ilin dari Cikondang Kab. Bandung, dan Abah Yayang dari Kampung Dukuh, kab. Garut, mengatakan bahwa sejak lama mereka ingin mengisi hutan larangan mereka dengan bibit tanaman langka. Namun keinginan tersebut belum terwujud karena kerja sama yang dilakukan harus ditempuh melalui prosedur dan administrasi panjang hingga tawaran bantuanpun ditolak.
“Karenanya setelah bertemu dengan sejumlah pemerintah daerah serta tokoh (politik), harapan kami turut andil dalam pembangunan, terutama pembangunan alam dan lingkungan. Tapi kalau kondisinya masih terus seperti sekarang ini di mana pemimpin daerah maupun tokoh mau membantu tapi dengan catatan, sampai kapanpun kami akan menolak,” ujar Abah Dede.
Sementara itu, Festival Budaya Masyarakat Adat Tatar Sunda yang digelar sejak Senin (28/5), secara resmi Sabtu (2/6) ditutup Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf dengan sejumlah catatan. Pegelaran wayang golek dengan dengan dalang Dede Amung menjadi pamungkas Pinton Ajen Seni Tradisional. (A-87/A-88)***
Source: www.pikiran-rakyat.com