Seni Terbang Sejak Buhun
ANGIN laut terus berembus dengan kencang menerbangkan butiran pasir halus ke atas panggung yang kosong. Sementara di atas panggung tidak terlihat satu pun alat musik tradisional atau waditra. Hanya kerlap-kerlip lampu yang menyinari.
Semakin malam embusan angin laut semakin kencang. Sejumlah penonton pun mulai merasa kedinginan. Namun mereka mencoba bertahan untuk bisa menyaksikan evaluasi pewasiran seni terbang sejak karuhun Kampung Dukuh, di Pantai Santolo, Cikelet, Kabupaten Garut.
Setelah beberapa saat tertunda, pimpinan warga Kampung Dukuh, Yayan Hermawan, mengumumkan proses pewarisan seni terbang sejak karuhun Kampung Dukuh. Diawali dengan jampi-jampi dan doa-doa, ritual pun dilakukan walaupun tanpa ada pembakaran kemenyan dan dupa.
Singkat namun penuh makna, ketika Bah Ason dan Bah Ayin menyerahkan atau mewariskan seni terbang sejak kepada generasi keempat, yakni Yayan Hermawan. Tanpa menunggu lama, usai menerima warisan, Yayan pun mulai ngahaleuang lagu yang berisi tentang kisah berdirinya Kampung Dukuh. Diiringi dua buah terbang dan satu dog-dog (kendang kecil) yang sudah berusia tua, Yayan membawakan lagu dengan penuh penjiwaan. Sementara salah seorang tetua Kampung Dukuh ngengklak dengan gaya yang khas mengikuti irama terbang yang dimainkan tiga orang pewaris terbang sejak.
Mayoritas lagu-lagu yang dinyanyikan berupa puji-pujian kepada Nabi Muhammad saw serta doa kepada Allah swt. Tak heran jika pemain terbang sejak ini tidak ada satu pun perempuan. Selain itu mereka harus bersuci terlebih dahulu. Penampilannya sangat sederhana. Para pemain hanya mengenakan kampret berwarna hitam dan bagian kepala dililit iket kain batik.
Walaupun sederhana, penampilan seni terbang sejak mengundang perhatian dan apresiasi masyarakat. Terlebih dengan tampilnya sesepuh Kampung Dukuh, Bah Yayan yang melantunkan puji-pujian kepada Allah diiringi pukulan dog-dog dan terbang atau rebana besar. Suaranya yang sesekali melengking dan parau, ternyata tidak menyurutkan masyarakat untuk lebih dekat menyaksikan pementasan seni terbang sejak. Kidung puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad saw mengingatkan para penonton akan dirinya sendiri maupun orang lain. Pasalnya, sekalipun bersuara agak fals, tetapi isi dari kidung puji-pujian itu begitu menyentuh hati para penonton dan masyarakat yang memenuhi pantai wisata Santolo Cikelet, Kab. Garut, Selasa (28/8) lalu.
"Memang kalau yang baru melihat merasa pertunjukan seperti hiburan. Tapi kalau ditelaah lebih jauh syair-syair yang dibawakan berupa pujian, kita akan merasakan ketenangan," ujar Toto Amsar, S.Sen., M.Hum., salah seorang dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung yang tengah mendokumentasikan pementasan seni terbang sejak.
Konon menurut Yayan, seni terbang sejak ini sudah hidup dan berkembang di Kampung Dukuh sejak abad ke-17. Dalam perkembangannya, seni terbang sejak karuhun kurang begitu mendapat perhatian dari masyarakat di luar Kampung Dukuh. Sehingga boleh jadi kesenian ini hanya berkembang di wilayah Kampung Dukuh saja.
Memasuki awal abad ke-19, seni karuhun Kampung Dukuh ini, mendapat perhatian dan dikembangkan oleh Aki Sanukri menjadi sebuah seni hiburan rakyat, kesenian terbang sejak ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Tidak hanya dikenal oleh masyarakat Kampung Dukuh saja, kesenian ini ternyata dikenal pula di hampir seluruh wilayah Kabupaten Garut.
Yayan menyebutkan, awalnya seni terbang sejak hanya dilakukan untuk melakukan puji-pujian dan doa-doa kepada Yang Mahakuasa serta kepada Nabi Muhammad saw. Namun dalam perkembangannya, seni terbang sejak banyak mengalami perubahan, terutama dalam pementasannya. "Seni terbang sejak kini sering dijadikan seni untuk menghibur anak sunatan. Pementasannya pun bisa berlangsung semalam suntuk, untuk menghibur masyarakat dengan lagu yang berisi puji-pujian dan salawatan," ujarnya.
Baru menyaksikan
Biasanya, terbang sejak dimainkan setiap syukuran khitanan, pernikahan, dan lainnya dan selalu diakhiri dengan pertunjukan seni debus. Namun kali ini, pementasan seni terbang sejak tidak menunggu hari raya atau hajatan khitanan maupun pernikahan. Tetapi dimainkan di objek wisata Pantai Santolo Kabupaten Garut untuk menyampaikan nilai-nilai kebudayaan masyarakat adat kepada masyarakat di luar masyarakat adat. Pementasan terbang sejak ini merupakan evaluasi dari hasil pewarisann seni terbang sejak kepada para pewarisnya. Selain di Pantai Santolo, seni terbang sejak karuhun ini dipentaskan pula di Teater Terbuka Taman Budaya Jawa Barat, Sabtu (1/9).
Pementasan seni terbang sejak di Pantai Santolo maupun di Taman Budaya Jabar merupakan yang pertama kalinya. Ini terbukti di mana sebagian besar penonton dan masyarakat di dua wialayah ini mengaku belum pernah menyaksikan pementasan seni terbang sejak. Mereka mengaku mendapat pelajaran dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam seni tradisional masyarakat adat.
Bukan hanya nilai-nilai yang diperoleh masyarakat. mereka pun mendapat hiburan segar yang langka yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya. Pasalnya, para pewaris seni terbang sejak ini pun menampilkan seni debus yang merupakan seni berbalut magis. Ini terlihat ketika salah satu dari pemain langsung tak sadarkan diri mengupas buah kepala dengan mulutnya, setelah itu dipecahkan dengan kepalanya untuk diminum airnya. Usai melakukan aksi menghebohkan, si pemain langsung loncat dari panggung menuju ke arah penonton sambil mengeluarkan jurus-jurus pamacan. Namun kesigapan para tetua Kampung Adat aksi nekat si pemain itu bisa diredakan.
Aksi lainnya, bagaimana si tetua Kampung Dukuh mengundang sejumlah penonton mencoba mengangkat sebilah bambu yang telah diberi jampi-jampi sehingga terasa berat. Namun bilah bambu tersebut sangat sulit diangkat walaupun enam orang dewasa mencoba mengangkat dan menahannya, tetap saja mereka kewalahan. Di bagian akhir masyarakat disuguhi aksi yang lebih mengerikan. Bah Yayan tanpa ragu dan takut, menggesek-gesekkan golok tajam ke sekujur tubuhnya. Bahkan golok itu sengaja dipasang di tanah terhunus ke atas dan Bah Yayan dengan tenang menekan-nekan perutnya ke bagian ujung golok. Namun tidak ada satu pun bagian tubuhnya yang terluka maupun tertusuk golok. Aksi Bah Yayan ini mengundang rasa ngeri para penonton dan masyarakat. Bahkan ada sebagian penonton yang tidak mau menyaksikan aksi debus tersebut, namun tangannya tetap memegang kamera maupun HP untuk merekam seni terbang sejak.
Menurut Yayan, semua itu bisa dilakukan karena niat serta bantuan dari Allah swt. "Karena itu, setiap kali melakukan perbuatan harus selalu diawali dengan basmallah untuk meminta bantuan-Nya dan perlindungan-Nya," ujar Yayan
Kampung Dukuh
Kampung Dukuh termasuk dalam kawasan Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet. Jarak kampung dukuh dari Desa Cijambekurang lebih 1,5 km, sedangkan dari pusat kota kurang lebih 101 km. Untuk mencapai lokasi ini bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi atau juga dengan kendaraan umum sampai Kecamatan Cikelet, dilanjutkan dengan jasa angkutan ojek sampai lokasi. Luas kampung Dukuh kurang lebih 1,5 ha, terdiri atas 3 bagian atau daerah, yaitu Dukuh Dalam, Dukuh Luar, dan Makam Karomah. Kampung Dukuh merupakan salah satu perkampungan tradisional (kampung adat) yang masih menganut kepercayaan nenek moyang, masyarakat masih mematuhi kasauran karuhun (tabu/nasihat leluhur)
Keunikannya adalah keseragaman struktur dan bentuk arsitektur bangunan permukiman masyarakat yang terdiri atas beberapa puluh rumah yang tersusun pada kemiringan tanah yang bertingkat. Setiap tingkatan terdapat sederetan rumah yang membujur dari barat ke timur. Upacara Moros salah satu manisfestasi masyarakat Kampung Dukuh yaitu memberikan hasil pertanian kepada pemerintah menjelang Idulfitri dan Iduladha. Ciri khas lainnya tidak terpengaruh/tergoyahkan oleh kemajuan zaman, seolah-olah tidak mengenal perkembangan ilmu dan teknologi.
Luas keseluruhan Kampung Dukuh seluas 10 hektare yang tediri dari 7 hektare bagian dari Kampung Dukuh Luar, 1 hektare bagian dari Kampung Dukuh Dalam, dan sisanya merupakan lahan kosong atau lahan produksi. Di dalam Kampung Dukuh juga terdapat area yang disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan tempat di mana Makam Syekh Abdul Jalil. Di dalam kawasan Kampung Dukuh terdapat 42 rumah dan bangunan masjid. Dengan 40 kepala keluarga serta jumlah penduduk 172 orang untuk Kampung Dukuh Dalam dan 70 kepala keluarga untuk Kampung Dukuh Luar. Mata pencaharian utama adalah bertani, beternak ayam, bebek, kambing, domba, kerbau, memelihara ikan, dan usaha penggilingan padi.
Pola budaya juga berpengaruh pada aspek nonfisik seperti ritual budaya, antara lain:
-Ngahaturan tuang merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat Kampung Dukuh atau pengunjung yang berasal dari luar apabila memiliki keinginan-keinginan tertentu seperti kelancaran dalam usaha, perkawinan, jodoh, dengan memberikan bahan makanan seperti garam, kelapa, telur ayam, kambing atau lainnya sesuai kemampuan.
-Nyanggakeun merupakan suatu kegiatan penyerahan sebagian hasil pertanian kepada kuncen untuk diberkahi. Masyarakat tidak diperbolehkan memakan hasil panennya sebelum melakukan kegiatan nyanggakeun.
-Tilu waktos merupakan ritual yang dilakukan oleh kuncen yaitu dengan membawa makanan ke dalam Bumi Alit atau Bumi Lebet untuk tawasul. Kuncen membawa sebagian makanan ke Bumi Allit lalu berdoa. Biasa dilakukan pada hari raya 1 Syawal, 10 Rayagung, 12 Maulud, 10 Muharam.
-Manuja adalah penyerahan bahan makanan dari hasil bumi kepada kuncen untuk diberkati pada Hari Raya Idulfitri dan Iduladha untuk maksud perayaan.
-Moros merupakan kebiasaan untuk menyerahkan hasil-hasil bumi yang dimiliki kepada aparat pemerintah seperti lurah dan camat.
-Cebor opat puluh adalah mandi dengan empat puluh kali siraman dengan air dari pancuran dan dicampur dengan air khusus yang telah diberi doa-doa pada jamban umum.
-Jaroh merupakan siuatu bentuk aktivitas berziarah ke makam Syekh Abdul Jalil. Tetapi sebelumnya harus melakukan mandi cebor opat puluh dan mengambil air wudu serta menanggalkan semua perhiasan serta menggunakan pakaian yang tidak bercorak.
-Sawalatan dilakukan pada hari Jumat di rumah kuncen. Shalawatan Karmilah sejumlah 4.444 yang dihitung dengan menggunakan batu.
-Sebelasan dilakukan setiap tanggal 11 dalam perhitungan bulan Islam dengan membaca Marekah.
-Terbang gembrung merupakan kegiatan yang dilakukan pada tanggal 12 Maulud yang dilakukan para orangtua Kampung Dukuh.
-Terbang sejak merupakan suatu pertunjukan pada saat perayaan seperti khitanan dan pernikahan. Pertunjukan terbang sejak ini merupakan pertunjukan debus.
(kiki kurnia/"GM")**
Source: www.klik-galamedia.com