Muslim Pulau Serangan, antara Pariwisata dan Ketaatan Beragama
Antara |
Masjid Asy-Syuhada, Kampung Bugis, Kelurahan Serangan, Pulau Serangan, Bali. |
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR – Alunan suara adzan sangat jelas terdengar. Suara panggilan sholat itu datangnya dari Masjid Assyuhada, Kampung Bugis, Pulau Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar Bali.
Pulau Serangan adalah sebuah objek wisata yang terkenal dengan penangkaran penyunya, sehingga kerap disebut sebagai Turtle Island.
Dulu Pulau Serangan merupakan pulau yang terpisah dari Pulau Bali, letaknya di sebelah timur Pelabuhan Benoa atau bila dilihat di peta, berada di sebelah timur kaki pulau Bali.
Tapi kini Serangan telah menyatu dengan Pulau Bali, yakni sejak bagian laut pulau itu direklamasi awal dekade 90-an dan kini menjadi milik PT Bali Turtle Development Island (BTID).
Luas Pulau Serangan sebelum direklamasi hanya 101 hektare, sementara setelah direklamasi luasnya menjadi 491 hektar. Dari 491 hektare luas pulau itu, hanya 101 hektar yang menjadi milik masyarakat dan ummat Islam tinggal di areal seluas 2 hektare.
Jumlah komunitas Muslim di daerah wisata itu hanya sekitar 70 KK atau hanya sekitar 300 jiwa. Salah seorang tokoh masyarakat Pulau Serangan, Drs H Ahmad Sastra, mengatakan umat Islam di Pulau Serangan berasal dari keturunan Bugis dan menetap di daerah itu sejak abad ke-18.
Mereka yang datang pertama kali ke Pulau Serangan, umumnya adalah para pedagang, dan sebagian lagi adalah pasukan perang.
Secara turun temurun kata mantan pengurus ICMI Bali itu, ummat Islam di Pulau Serangan bekerja sebagai nelayan, dan baru sebagian dari mereka menekuni profesi di bidang pariwisata, setelah Pulau Serangan dikembangkan menjadi salah satu objek wisata.
"Sebelumnya, mereka yang hendak berkunjung ke Pulau Serangan harus penumpang perahu, tapi sekarang sudah ada jembatan penghubung," kata Ahmad.
Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Ahmad Baraas
Source: www.republika.co.id