Muslim Xianjiang Jaga Tradisi dan Modernisme Lewat Pendidikan
chinadaily.com |
Salah satu universitas di Xianjiang. |
REPUBLIKA.CO.ID, URIMQI -- Cina bukanlah negara Islam. Tapi negeri tirai bambu memiliki sepuluh Universitas Islam dengan Xianjiang sebagai pusatnya.
Berbeda dengan universitas sekular, setiap universitas Islam Xianjiang mulai beraktivitas setelah melaksanakan Shalat Subuh. Hal lain yang membedakan adalah masjid merupakan pusat pendidikan.
"Setiap siswa wajib menguasai tafsir Alquran. Awalnya, mereka kewalahan namun lama-lama akan terbiasa," kata Abudurehep Turminiaz, Dekan Xinjiang Islamic Institute, seperti dikutip chinadaily.com, Kamis (27/9).
Menurut Abudurehep, setiap semester hafalan itu akan diperiksa. Ia juga memastikan setiap mahasiswa tidak hanya menghafal tapi memahami makna setiap isi dari Alquran. Itu akan berguna bagi mereka ketika bertugas sebagai imam. "Kebenaran tafsir itu mutlak," kata dia.
Salah seorang mahasiswa, Jamarlitin Wahli, merupakan satu dari sekian banyak dari mahasiswa yang menghafal Alquran. Suaranya yang merdu, dan pelafalannya yang akurat membuatnya menjadi kandidat Asosiasi Islam Cina untuk mengikuti kompetisi membaca Alquran internasional.
"Cara membaca saya tidak berbeda jauh dengan orang lain, tapi saya merasa bisa lebih baik," kata dia.
Wahli menetap di Artux, Selatan Xianjiang. Kakeknya adalah seorang Imam. Dari kakeknya itu, ia mempelajari Alquran.
Mendengar prestasi cucunya itu, sang kakek begitu bangga. Kakeknya selalu berpesan untuk tidak sombong.
Di masa lalu, Alquran diturunkan dari mulut ke mulut. Itu sudah menjadi tradisi. Karena itu, sudah menjadi hal yang biasa bila warga Xianjiang sangat mahir menghafal Alquran. Kini, Xian Jiang memiliki standar sendiri.
Hal itu sangat mengejutkan Memetimin Abudulla, ketika kembali ke Xianjiang pada 2011 setelah belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir. Ia belajar studi sastra Arab dan Islam. Ketika datang, ia merasa terkejut melihat banyak perubahan yang dialami kampusnya.
"Kondisinya sangat baik baik kualitas pengajar maupun fasilitas pendidikannya," pujinya.
Sekira 70 persen dari lembaga pendidikan Islam menyertakan pendidikan sastra Uighur dan Mandarin dalam kurikulumnya. Uighur merupakan bahasa ibu mereka. Jelas, mereka memiliki kewajiban untuk menguasainya baik dalam bentuk lisan dan tertulis.
Sementara itu, Mandarin adalah bahasa resmi Cina sehingga ada alasan untuk mempelajarinya. "Di Cina, banyak literatur Islam yang ditulis dalam bahasa Mandarin. Tentu, ini sangat membantu pengembangan literatur Islam ke bahasa Uighur," kata dia.
Lebih dari 564 siswa lulus dari Institut sejak 1987, dan sebagian besar dari lulus menjadi imam atau guru di sekolah Alquran lokal. Pihak kampus, sejak 2001, telah mengirimkan lebih dari 35 lulusannya untuk belajar di luar negeri.
Tak hanya melayani pendidikan, kampus ini juga memberikan layanan kepada Muslim Xianjiang untuk berangkat haji. Sejauh ini, lebih dari 10 ribu orang mempersiapkan diri naik haji.
Redaktur: Karta Raharja Ucu
Reporter: Agung Sasongko
Sumber: chinadaily.com
Source: www.republika.co.id