• img

Pesona Kampung Suku Sasak SADE, Lombok

blog sauted | Selasa, 18 Desember 2012 | 10:18

Pesona Kampung Suku Sasak SADE, Lombok
Tradisi Menenun Yang Turun Temurun

Melancong ke Pulau Lombok, rasanya belum lengkap kalau belum mengunjungi Kampung Suku Sasak “SADE” di Pulau Lombok. Kampung Sade merupakan salah satu kampung yang masih menjaga tradisi Suku Sasak hingga sekarang. Dari sisi bangunan rumah, adat istiadat, dan budaya hingga sekarang, masih terjaga. Kampung Sade terletak di Desa Rimbitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

Adanya Bandara Internasional Lombok Praya, yang baru diresmikan akhir 2011 juga menjadi berkah tersendiri bagi warga Kampung Sade. Dari bandara baru ini, jaraknya hanya sekitar 10 km, atau perjalanan sekitar 15 menit. Hal ini tentu saja memudahkan bagi para wisatawan untuk langsung membelokkan kendaraannya begitu sampai ke Pulau Lombok.

Perjalanan dari Bandara ke Kampung Sade melewati jalanan beraspal yang berkelok kecil. Di sekitar kanan dan kiri jalan terdapat lahan pertanian yang luas. Saat saya datang dan mampir berkunjung, lahan pertanian ini kebanyakan sedang ditanam jagung.

Sesekali, kami berpapasan dengan mobil bak terbuka yang mengangkut daun-daun kering seperti jerami. Saya pikir itu jerami padi yang dikeringkan. Ternyata bukan, itu adalah alang-alang yang dikeringkan untuk dijadikan atap rumah adat, ataupun atap rumah-rumah yang ada di Bali. Ya, alang-alang itu ternyata menunggu pembeli dari Bali untuk dijadikan atap villa, hotel, ataupun rumah makan yang berciri tradisional. Atap-atap tradisional yang ada di Bali memang banyak yang berasal dari Lombok.

Akhirnya, sampai juga kami ke Kampung Sade. Di pintu masuk, terdapat semacam gapura besar yang menandakan bahwa kita memasuki kampung dengan suasana tradisional. Tersedia lahan parkir yang cukup luas, yang muat untuk berbagai kendaraan, termasuk bis wisata. Di sekitar tempat parkir terdapat banyak warung penjaja makanan.

Salah seorang tour guide lokal langsung menyambut kedatangan kami. Tanpa basa-basi, dia langsung nyerocos mengucapkan selamat datang kepada kami, dan memberikan penjelasan singkat tentang Kampung Sade. Kampung Sade ini terdiri dari 150 rumah dengan 700 orang jiwa. Mereka masih mempertahankan tradisi hingga sekarang.

Suku Sasak adalah suku asli Pulau Lombok. Selain Kampung Sade, sebenarnya ada tiga desa yang masih mempertahankan budaya Suku Sasak, yaitu di Desa Bayan, Sade, dan Rambiten. Namun demikian, yang paling banyak dikunjungi wisatawan ya Desa Sade dan Rambiten yang memang relatif lebih dekat dari Mataram.

Mata pencaharian kaum pria Sasak di Kampung Sade kebanyakan adalah petani. Dengan menjadi desa wisata, sebagian kemudian berprofesi sebagai tour guide. Sedangkan para wanita banyak yang pintar memintal kain tenun sasak. Dan dengan adanya wisatawan yang banyak berkunjung, hampir setiap rumah di Kampung Sade menjajakan oleh-oleh khas Lombok mulai dari tenun, kaos, gantungan kunci, patung, dan berbagai pernak-pernik kecil khas Lombok.

Saluran air tersedia melalui sumur-sumur tradisional. Rumah-rumah dibangun dengan bahan-bahan alam yang terdapat di sekitar kampung. Salah satu bangunan yang menonjol yang menjadi ikon di sini adalah bangunan lumbung padi yang sangat khas. Lumbung padi ini dibuat untuk menampung hasil panen dari para penduduk kampung. Dengan adanya lumbung padi yang dikelola bersama ini, tidak ada kekhawatiran kelaparan.

Di tengah-tengah kampung Sade terdapat masjid yang bangunannya juga tradisional. Seluruh warga suku Sasak memang beragama Islam. Namun demikian, pengaruh Hindu Budha dan animisme di beberapa tempat dan bagian memang masih terlihat karena pertemuan budaya dengan Bali pada zaman dahulu.

Banyak barang oleh-oleh yang bisa dibawa dari Kampung Sade ini. Yang paling khas tentu saja adalah kain tenun Lombok. Kain tenun ini bisa dibuat kain, kebaya, sarung ataupun baju batik. Untuk selembar kain tenun yang asli harganya sekitar Rp 250-350 ribu. Cukup mahal, karena memang proses pembuatannya yang rumit. Mulai dari memintal kapas, memberi warna, dan menenun butuh waktu mulai dari 1 minggu hingga 1 bulan, tergantung tingkat kerumitan kain.

Ada juga tenun taplak meja atau sajadah, ataupun selendang. Harganya sekitar Rp 40.000-60.000 ukuran kecil. Cocok buat oleh-oleh. Saya memesan kain yang ada tulisan “Man Jadda Wajada”, tapi orangnya mikir-mikir, kelihatannya tidak mudah membuat desain baru selain yang sudah ada sebelumnya.

Banyak juga pernak-pernik kecil, semacam patung-patung, gelang, dan gantungan kunci. Saya tertarik membeli gantungan kunci seharga Rp 15.000, yang terbuat dari tanduk kerbau. Ada motif lumbung padi, bunga, dan banyak motif lain. Saya membeli motif cicak, katanya ini lambang keberuntungan. Amin.

Tidak terasa, 30 menit perjalanan keliling kampung akhirnya kami kembali lagi ke pintu depan. Saya melihat wisatawan sebenarnya bisa diberikan “pengalaman” yang lebih seru dalam melihat-lihat budaya Sasak ini. “Pengalaman” inilah yang kurang dieksplorasi secara maksimal. Jika sekadar membeli oleh-oleh, maka kesannya tidak terlalu mendalam.

Yang terpikir oleh saya misalnya, bikin program “2 Jam bersama Suku Sasak”. Programnya bisa macam-macam, mulai dari melihat tari-tarian, belajar menenun, belajar tari tradisional, melihat video sejarah Sasak, memperkenalkan banyak budaya yang “aneh”, semacam “nyongkol”; menculik anak gadis orang sebelum dinikahkan (menculiknya beneran, tanpa ngasih tahu dulu orang tua si gadis), dan berbagai pengalaman lain yang membuat para pengunjung mendapatkan pengalaman yang lebih berbeda, lebih misterius, dan menyenangkan.

Toh, melihat kehidupan mereka sehari-hari secara natural juga membuat semangat hidup saya kembali bergairah. Melihat orang-orang tua yang menjaja barang-barang, ibu-ibu yang menenun, memompa semangat saya untuk terus giat bekerja. Dan tidak ada anak-anak yang meminta-minta, sesuatu yang sekarang ini sudah menjadi jamak di berbagai tempat wisata.

Jadi, sudahkah Anda ke Kampung Sasak? Apa kesan Anda?

Salam Man Jadda Wajada

AKBAR ZAINUDIN
Source: wisata.kompasiana.com

Saat ini SAHABAT berada di area blog sauted dengan artikel Pesona Kampung Suku Sasak SADE, Lombok.
<< >>