• img

Cincin Ulang Tahun Pendidikan

blog sauted | Jumat, 04 Mei 2012 | 21:59

Ilustrasi: Erna Dwi SusantiIlustrasi: Erna Dwi Susanti

BULAN April 2012, sebuah kado ulang tahun sudah disodorkan pada para ‘civitas academica’. Dosen maupun mahasiswa. Tepat! Satu Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang sampai sekarang tengah digodok para wakil dan petinggi lainnya dengan tujuan agar ‘pendidikan semakin tinggi dan bergengsi’. Terdiri dari XI bab dan 102 pasal, “keren” dengan dalih perbaikan sistem pendidikan berikut tatanan-tatanannya. Kado-kado untuk pendidikan, apa prestasi yang sudah diraih dan bagaimana perkembangannya, sampai dengan susah payah kado itu dipersembahkan. Rapor pendidikan adalah dokumen yang mungkin masih bisa kita buka untuk melihat fakta dan realita; RaportRepot Pendidikan

Beberapa tahun belakangan, gencaran baru sudah ramai dijalankan; adanya pendahuluan sebelum taman kanak-kanak, sebut saja Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kemudian melaju ke ranah play group, beranjak ke Sekolah Dasar (SD), dewasa sedikit harus menempuh Sekolah Menengah Pertama (SMP) diteruskan ke Sekolah Menengah Atas (SMA). Bagi yang beruntung akan melanjutkan ke ranah perguruan tinggi (PT) skala negeri ataupun swasta, yang nampak laksana jamur di musim penghujan ‘kian waktu kian banyak dan membludak’. Kualitas urusan belakang. Sesuai dengan semboyan “Tut Wuri”,yang di belakang.

Jer Basuki Mowo Bea

Melepas sejenak dari kata kualitas. Satu tawaran ritme dunia kelas dan sekolah atau simpelnya kita menyebut dunia pendidikan adalah ‘lama dan mahal’. Mungkin dengan dalih awal adalah tidak ada suatu yang instan, sebagaimana mi yang dikatakan instan pun setidaknya harus menunggu sekira lima menit untuk bisa disantap, terlebih dengan pendidikan yang memang sedari awal tidak pernah dianugerahi kata instan. Ia harus mengenyam waktu sekian dan sekian tahun untuk membumikan label ‘generasi berpendidikan’, karena juga tidak bisa dimungkiri secara berjamaah; negara tercinta sudah memberikan wacana maupun doktrin bahwasanya satu pendidikan yang lengkap itu harus menempuh rangkaian penuh yaitu dari PAUD sampai PT. Pendidikan formal belaka. Kalangan terdidik adalah kalangan yang berpendidikan, kalangan berpendidikan itu siapa? Mereka yang memiliki jenjang pendidikan sebagaimana yang telah dipatrikan secara nasional. Tidak lain dan tidak bukan berupa pendidikan formal. Konsep yang sampai sekarang masih terkenang dan diidentikkan dengan Indonesia.

Karena lama, maka tidak terlepas dari kata mahal. Itu adalah satu keadaan yang saling berkorelasi kuat. Tak ada makan siang yang gratis. Demikian pula dengan status pendidikan, semua harus berbayar. Mau pintar? Harus bayar. Apakah selamanya orang miskin dilarang untuk bersekolah? Apakah selamanya orang miskin tidak dikehendaki menjadi pintar? Terhitung 29,88 juta jiwa dari penduduk Indonesia adalah orang yang berada dalam ranah miskin, berarti angka seperti itulah yang akan menduduki grafik di Badan Pusat Statistik (BPS) untuk kategori penduduk yang putus sekolah, penduduk yang tidak memiliki pendidikan, atau mungkin penduduk yang tidak pernah merasakan bangku pendidikan. Tapi selangkah lebih tanggap, ribuan otak berputar hingga tercetus program untuk rakyat dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Syukur, ini bisa sedikit menyewakan oksigen bagi 29,88 juta jiwa tersebut untuk bernafas dalam bangku formal pendidikan.

Jika Piven dan Clowardn (1993) dan Swanson (2001), menjelaskan bahwa kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi, rendahnya penghasilan dan adanya kebutuhan sosial. Penyebab rendahnya penghasilan selanjutnya bisa dipastikan adalah pendidikan yang rendah atau sebut saja kualitas SDM yang minim, terlebih dari penilaian aspek pendidikan. Inilah mata rantai yang belum bisa terputuskan. Pendidikan rendah identik dengan kemiskinan, dan karena kemiskinan, orang tidak bisa mengakses pendidikan. Dari mana akan ditemukan jalur solusi awalnya? Lagi-lagi karena lama dan mahal.

Mata Uang Logam

Laksana menanti sebuah peluang dengan melemparkan koin uang logam ke atas dan dengan harap-harap cemas menunggu manakah bagian yang berada di atas. Teringat sistematika yang ada dan seharusnya memang dipaksa untuk diterapkan di Indonesia adalah, mulailah berdayakan sisi lain pendidikan. Ada satu sisi kacamata pendidikan yang belum teroptimalkan, informal maupun kemasyarakatan. Satu tawaran konsep didikan yang bisa dijalani dan yang bisa ditawarkan untuk meningkatkan taraf dan kualitas SDM manusia-manusia Indonesia. PAUD-PT adalah sebuah ritme yang normal, namun jika penjangkauan tangan tak mampu untuk meraihnya, maka sisi informal dan kemasyarakatan ini masih bisa diberdayakan dan dioptimalisasikan. Dari sisi mana pun asal bisa mencerdaskan maka masih bisa dijadikan sebagai satu solusi. Bukankah sebagaimana yang dikatakan William Butler Yeats bahwasanya “pendidikan tidak seperti isi sebuah ember, tetapi seperti cahaya dari kobaran api”?

Cincin Untuk Pendidikan

Banyak dilema yang sedang terjadi dan nampaknya memang akan terus berkepanjangan. Pendidikan yang lama dan mahal. Untuk kesekian kalinya, 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hari saat tunas-tunas dan civitas akademika menjajarkan diri dalam barisan di lapangan guna menyongsong satu agenda upacara peringatan. Kenapa diperingati? Karena masih ada harapan untuk mengadakan perbaikan. Semoga kita tidak lupa dengan satu kado ulang tahun yang semenjak April lalu telah disodorkan pada kita, sebuah kado besar yang dipermak dengan bungkusan indah. RUU Pendidikan Tinggi, yang mengatur segala perihal terkait keberjalanan ranah perguruan tinggi (universitas, institut, sekolah tinggi, akademi maupun politeknik).

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, sebuah keoptimisan akan kado ulang tahun tersebut akan terus tertingkatkan. Yakini bahwa kado itu adalah sebuah cincin. Jika RUU itu adalah satu itikad totalitas untuk mengadakan penyempurnaan jenjang pendidikan tanpa disusupi unsur ‘kepentingan’, niscaya akan menjadi sebuah perhiasan yang akan semakin mempercantik jari-jari pendidikan yang ada. Namun jika memang RUU itu tertumpangi misi-misi miring dengan dalih perbaikan saja, maka ia akan mengikat jari pendidikan dalam bergerak, cincin yang akan membelenggu skala gerak dan keadilan. Mumpung masih ada waktu untuk mengusahakan penyikapan terkait dengan RUU PT, upaya itu juga masih laksana pandir-pandir yang bisa mengasah ketajaman besi-besi senjata, agar masih memungkinkan kado ulang tahun pendidikan itu berupa cincin indah yang menghiasi jemari manis pendidikan. Salam kebangkitan dan spirit pembaharuan. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Erna Dwi Susanti
Aktivis Kementrian Pendidikan, Pelatihan dan Pengabdian Masyarakat,
BEM STKS Bandung
Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Bandung
(//rfa)
Source: kampus.okezone.com

Saat ini SAHABAT berada di area blog sauted dengan artikel Cincin Ulang Tahun Pendidikan.
<< >>