Menikmati Weeken di Yogya dan Dieng
Ni Luh Made Pertiwi F | Kistyarini |
Kompas TV |
Candi Prambanan, Yogyakarta |
KOMPAS.com - Pada 2010, daerah ini dilanda duka akibat letusan Gunung Merapi. Namun bencana bertubi-tubi, tidak meyurutkan niat wisatawan untuk kembali berlibur di kota penuh kenangan ini, Yogyakarta.
Di dekat Yogyakarta, terdapat kawasan dataran tinggi Dieng yang juga menampilkan pesonanya tersendiri. Wisatawan yang tak pernah bosan dengan Yogyakarta, bolehlah mampir ke Dieng pula.
Yogyakarta bisa sejenak menjadi destinasi wisata transit kali ini. Lalu lanjutkan perjalanan ke Dieng, tempat tinggal para dewa. Mau tahu keseruan akhir pekan di Yogyakarta dan Dieng, simak perjalanan berikut.
Jumat. Setiap sudut Yogyakarta, seperti menawarkan keasikan sendiri untuk dinikmati, seperti keberadaan pohon beringin kembar yang terletak di alun-alun selatan Keraton Yogyakarta.
Mas Angin, begitu sebutan untuk pohon beringin kembar tersebut. Melewati celah di antara kedua beringin tersebut, menjadi keasyikan tersendiri. Eits, saat melewati, mata harus tertutup.
Masyarakat Yogyakarta percaya, jika seseorang bisa melewati dua pohon beringin tersebut dengan mata tertutup, maka niscaya permohonannya dapat terkabul. Tutup mata Anda, ucapkan keinginan, dan lewati beringin tersebut. Jika gagal, jangan berhenti mencoba.
Lanjutkan perjalanan menuju Dieng. Dari Yogyakarta, lama tempu sekitar 4 jam menggunakan kendaraan roda empat. Rute yang dilewati adalah Yogyakarta, Magelang, Temanggung, dan barulah tiba di Dieng.
Kabut yang turun serta udara yang cukup menusuk, akan menyambut kedatangan Anda di Dieng. Secara administratif, dataran tinggi Dieng berada di wilayah Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.
Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sendoro dan Gunung Sumbing. Konon, nama Dieng berasal dari dua gabungan kata dalam Bahasa Sansakerta “di” atau gunung dan "hyang" berarti khayangan atau tempat bermukimnya para dewa-dewi.
Jika digabungkan, Dieng merupakan pegunungan tempat para dewa-dewi bermukim. Bisa jadi Dieng menjadi tempat yang nyaman bagi para dewa, lantaran letaknya yang berada di ketinggian 2093 meter di atas permukaan laut.
Suhu di Dieng pun hanya berkisar 15 sampai 20 derajat celsius di siang hari dan 10 derajat celsius di malam hari. Bahkan pada musim kemarau, suhu bisa mencapai 0 derajat celsius .
Sungguh tempat bermukim yang sejuk dan nyaman. Oya, siapkan diri Anda untuk mengejar matahari terbit di langit Dieng.
Sabtu. Menjelang subuh, berbekal jaket tebal, taklukan Bukit Sikunir. Untuk mencapai puncaknya, Anda harus mengikuti jalan setapak sejauh delapan ratus meter. Di kala musim hujan, kabut akan senantiasa menemani perjalanan. Jadi, tetaplah berhati-hati.
Bukit Sikunir dipilih bukan tanpa alasan. Dari titik inilah, wisatawan bisa melihat matahari terbit dari balik Gunung Sumbing.
Matahari yang tampak di antara kabut itu dikenal dengan sebutan "silver sunrise". Tetapi jika Anda datang di saat musim kemarau, Anda akan bertemu dengan "gold Sunrise".
Dari puncak Sikunir, Anda bisa menyaksikan keseluruhan Dieng yang di kelilingi oleh Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Pemandangan yang luar biasa indah akan membuai mata Anda.
Menikmati matahari terbit akan lebih seru ditemani dengan sarapan dan segelas kopi hangat. Puas menikmati Dieng dari ketinggian, jangan langsung kembali ke penginapan.
Di kaki Bukit Sikunir, terdapat telaga. Namanya Telaga Cebong. Disebut Cebong, karena dilihat dari ketinggian, bentuk telaga ini menyerupai cebong atau anak katak.
Berdampingan dengan perkebunan kentang, paduan keduanya menciptakan panorama asri yang indah sekali. Kontur lansekap yang berbukit-bukit, tetap dapat dimaksimalkan penggunaannya oleh para petani kentang dengan membuat kebun berundak.
Mata pencaharian masyarakat Dieng memang bertani atau berkebun kentang. Musim panen biasanya seminggu dua kali dan sekali panen bisa menghasilkan berkuintal-kuintal kentang.
Oya, jika Anda memutuskan bermalam di Dieng, Anda boleh mencoba menginap di rumah penduduk yang disewakan (homestay). Seiring makin dikenal sebagai destinasi wisata, Dinas Pariwisata Banjarnegara, kemudian membuka peluang bagi penduduk setempat untuk membuka usaha penginapan.
Dinas Pariwisata menetapkan sejumlah syarat bagi penduduk yang akan menyewakan rumahnya untuk wisata. Antara lain, rumah yang disewakan memenuhi unsur keamanan, kebersihan, dan kenyamanan. Bahkan si empunya rumah diharuskan berada di lingkungan rumah untuk menciptakan suasana kekeluargaan, ciri khas masyarakat Dieng.
Sampai saat ini, ada sekitar 46 penginapan yang berada di kawasan Dieng Banjarnegara, yang telah mendapat izin dari Dinas Pariwisata.
Ingin membawa buah tangan khas Dieng? Manisan Carica jawabannya. Ya, Carica adalah buah khas Dieng. Hanya tumbuh dengan keunikannya di Dieng.
Buah ini, tak beda dengan pepaya, namun bentuknya imut. Termasuk tumbuhan tumpang sari yang bisa tumbuh di mana saja. Carica lantas diolah menjadi manisan yang berpotensi ekonomis.
Kalau Anda berniat lebih lama tinggal di Dieng, silahkan mampir ke tempat-tempat yang tak hanya cantik di mata, tetapi juga menyimpan cerita yang kaya filosofi. Seperti, Kawah Sikidang, sebuah kawasan kaya belerang dan dikenal karena letak lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah seperti kijang.
Ada pula komplek Candi Dieng, yang diduga merupakan candi tertua di Jawa, yaitu Candi Arjuna dan Candi Bima. Anda bisa juga mampir ke Museum Dieng Kailasa, tempat disimpannya benda-benda purbakala seperti arca.
Nah saatnya kembali ke Yogyakarta. Anda bisa memilih kompleks Candi Prambanan untuk menikmati malam minggu di Yogyakarta.
Yogyakarta memang mashyur dengan berbagai peninggalan sejarah dan budaya, salah satunya adalah Candi Prambanan. Candi megah yang dibangun pada abad ke-9 ini, merupakan candi Hindu terbesar di indonesia dengan ketinggian 47 meter.
Komplek Candi Prambanan ini terdiri dari dari 3 candi utama. Candi Siwa, Candi Brahma dan Candi Wisnu. Pada malam hari, tepat pukul 19.30 di komplek Candi Prambanan, biasanya diselenggarakan pementasan Sendratari Ramayana.
Seperti kisah yang terukir di relief Candi Siwa yang bersambung menuju Candi Brahma.Wisatawan asing pun banyak terlihat di bangku penonton,dan terlihat sangat menikmati.
Minggu. Ingin menikmati wisata religi Lourdes, Perancis, ala Yogyakarta? Anda bisa berkunjung ke Sendangsono, tepatnya berada di Desa Banjaroyo, Kabupaten Kulon Progo.
Perjalanan selama 1,5 jam akan membawa Anda ke tempat berziarah umat Katolik yang dibangun secara bertahap sejak tahun 1974 dan dirancang oleh Romo Mangun.
Kompleks Sendangsono berdampingan dengan Gereja Katolik St. Maria Lourdess. Dari gerbang masuknya, pengunjung sudah disambut toko-toko penjual suvenir dan perangkat ziarah. Seperti lilin, patung Yesus dan Bunda maria, rosario, juga wadah untuk menampung air suci.
Arsitektur yang indah memesona pandangan mata. Wajar saja, jika pada tahun 1991, kompleks bangunan Sendangsono mendapatkan penghargaan arsitektur terbaik dari Ikatan Arsitek Indonesia.
Di kompleks ini pula dibangun 14 diorama, yang menceritakan proses penyaliban Yesus Kristus. Selain itu, patung Bunda Maria yang berasal dari Swiss, sungguh memperkuat kesan religius pada kompleks begitu terawat.
Para pengunjung Sendangsono tak kenal waktu saat berziarah. Oleh karena itu dibangunlah rumah-rumah panggung yang digunakan untuk tempat bermalam para berziarah.Tak jarang pengunjung non Katolik pun mengunjungi tempat ini sekedar untuk berwisata.
Hingga saat ini, para peziarah selalu menyempatkan diri untuk mengambil air suci dari mata air Sendangsono. Mereka percaya bahwa air ini mampu memberikan kesehatan bagi mereka. (Fitri Oktarini/Citrakalam Misiani Yoshef Wisnu) Sumber: Kompas TV
Source: travel.kompas.com