Perlawanan Santri Buntet, dan Sejarah Lahirnya Kesenian Rudat
oleh: Kiki Rizki NoviandiDominasi penjajah Belanda atas lingkungan kraton-kraton di Jawa, membuat para sultan terdesak dalam menghadapi aturan yang dipaksakan Belanda. Banyak dari lingkungan keraton yang keluar untuk bergabung dengan laskar untuk menyusun kekuatan mengusir penjajah. Hal inipun berlaku bagi Kesultanan Kasepuhan dan Kanoma di Cirebon.
Di antara para bangsawan yang keluar dari lingkungan kraton adalah Pangeran Muhammad Khaeruddin putra Kraton Kanoman dan Pangeran Muhammad Asyrofuddin dari putra Kraton Kasepuhan. Beliau berbagi tugas mendatangi pondok-pondok pesantren mempersiapkan kekuatan yang terdiri dari beberapa santri. Ilmu dan seni bela diri pencak silat menjadi pelajaran yang digalakkan dan sangat intensif pada saat itu. Tekad untuk mengusir penjajah di kalangan mereka tertanam kuat dan dikaitkan dengan doktrin jihad pesantren. Demi keamanan perjuangan yang mereka cita-citakan, mereka membungkus kegiatan ini dengan Kesenian Rudat.
Melihat gelagat yang tidak menguntungkan, pihak Belanda kemudian mengepung basis perjuangan Pangeran Muhammad Khaeruddin (Pangeran Raja Kraton Kanoman) di Pondok Pesantren Buntet yang pada saat itu sedang bersama gurunya, Mbah Kyai Muqoyim. Pertempuran yang tidak seimbangpun terjadi, Belanda dengan persenjataan modern membantai para santri yang mengandalkan beladiri silat tangan kosong. Pesantren dibakar oleh Belanda. Mereka berdua akhirnya meloloskan diri ke daerah Pesawahan Mandirancan, Kuningan. Para penjajah kaget karena tidak menemukan orang yang mereka cari. Di Pesawahan, Belanda kembali mengepung mereka, dan pada saat itulah Pangeran Muhammad berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke penjara Victoria di Ambon. Sementara Mbah Kyai Muqoyim berhasil lolos dan melarikan diri hingga sampai ke Malang, Jawa Timur.
Mendengar perjuangan mereka yang berada di Cirebon dihabisi Belanda, Pangeran Muhammad Asyrofuddin (Pangeran Raja Kasepuhan) yang pada saat itu sedang berada di Conggeang Sumedang, akhirnya meneruskan perjuangan dengan mendirikan Pesantren Asyrofuddin. Di pesantren Sumedang inilah Pangeran Muhammad Asyrofuddin menggodok para kader yang belum dikenali wajah perjuangannya oleh Belanda, sehingga mereka menjadi orang yang militan dan sangat ditakuti Belanda.
Di antara para penerus perjuangan dengan kaderisasi pencak silat di pesantren melalui Seni Rudat, adalah Bagus Arsitem, Bagus Serit, dan Bagus Rangin. Ketiga nama ini adalah pentolan kader-kader binaan dari para pendekar silat dan Seni Rudat pendahulu, yang kemudian menjadi pemimpin pemberontakan Cirebon pada tahun 1818 M. (Sumber: Catatan - Gusman Natawidjaja *)
Source: www.wikimu.com