Menyibak Arsitektur 'Uma' Suku Mentawai
Oleh Vicharius Dian Jiwa
Aman Lucas atau dikenal dengan bapak Yohanes, baru saja membangun rumah miliknya. Bersama empat anggota keluarganya, Aman Lucas kini tinggal di rumah tradisional yang oleh suku Mentawai dikenal dengan nama Rusuk. Dia membangunnya dari sisa reruntuhan Uma yang hancur akibat gempa bumi dua tahun lalu. Uma merupakan rumah khas suku Mentawai, Sumatera Barat. Ketika didirikan Uma harus disertai pelaksanaan upacara khusus dari tradisi adat dan budaya Mentawai.
Bagi suku Mentawai. Uma lebih dari sekedar rumah, merupakan tempat tinggal hidup sekaligus tempat pertemuan, upacara adat, dan aktivitas lainnya. Uma adalah simbol budaya Mentawai yang hingga kini terjaga di antara kemajuan hidup dan modernisasi. Uma dihuni oleh lebih dari satu keluarga dan dipimpin seorang kepala Uma. Setiap Uma di wilayah Mentawai memiliki nama yang disesuaikan dengan nama keluarga besar pemiliknya.
Arsitekturnya cukup unik dengan pondasi dasar berbentuk rumah panggung, khas masyarakat Sumatera. Tertata secara rapi dan sistematis di lahan kampung dengan dikelilingi oleh Rusuk dan Sapou Ladang. Rusuk lebih diperuntukkan bagi warga lelaki yang sudah siap berkeluarga, seperti halnya Aman Lucas. Selain dia, Marcelias, warga dusun Ugai pun memiliki Rusuk yang ditempati bersama ke tujuh anaknya. Mereka akan saling berkunjung ke Rusuk milik saudaranya, tak peduli seberapa jauh jaraknya. Sementara Sapou Ladang berfungsi sebagai tempat singgah ketika berladang selama beberapa hari. Bentuk Sapou Ladang pastilah lebih sederhana dibandingkan Uma, dan biasanya antara Uma dan Sapou Ladang dipisahkan oleh sungai, hutan, serta jalanan berbukit.
Arsitektur khas Mentawai ini dapat disaksikan di Museum Mandiri, Jakarta, dalam sebuah pameran bertajuk “Pameran Ekskursi Mentawai 2012: Guratan Identitas” yang diselenggarakan oleh mahasiswa jurusan Arsitektur Universitas Indonesia. Pameran itu dibuka sejak 17 November lalu dan berakhir hari ini, 27 November 2012.
Ada banyak Uma yang terdapat di desa Ugai, namun tim mahasiswa ini hanya mengamati dua Uma, yaitu Sapoula dan Sanambaliu. Uma Sapoula dihuni oleh sepasang suami-istri dan anak terakhirnya, sedangkan Sanambaliu dihuni oleh keluarga yang berjumlah empat orang. Tak heran ukuran Uma Sanambaliu lebih besar dibanding milik keluarga Sapoula.
Antara dua keluarga ini memiliki perbedaan terkait kehidupan dan penataan lingkungan, walaupun keduanya sama-sama berada di wilayah Barat dusun Ugai, dekat perbatasan dusun Buttui. Pola ruang tinggal di kedua keluarga ini relatif sama, hanya saja pada keluarga Sanambaliu terkesan lebih teratur-- memiliki orientasi tegak lurus dan menghadap ke arah jalan sehingga membuatnya rapi dan teratur. Pola tata ruang milik keluarga Sapoula tidak demikian. Beberapa Rusuk terlihat tegak lurus ke arah jalan sementara beberapa tidak.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa setiap keluarga memiliki cara yang berbeda dalam mengelola dan menata lingkungan-- sesuai dengan identitas keluarga mereka. Pandangan dalam memaknai Uma, kehidupan leluhur, kebudayaan, serta aktivitas sehari-hari.
Source: satulingkar.com