Di Puncak Samudera Awan Mahameru
Oleh Farida Indriastuti
Foto: 5cmthemovie
Merenda persahabatan tak mudah, liku itu dialihkan dalam medium film layar lebar garapan sutradara Rizal Mantovani. Diadaptasi dari novel menggugah Donny Dhirgantoro berjudul “5 cm”. Begitu juga filmnya berjudul sama, 5 cm. Alkisah, lima sahabat tanpa melewatkan perjumpaan di akhir pekan, hingga pergaulan liat itu menumbuhkan persaudaraan erat. Rasa itu merasuk ke lima jiwa; Zafran (Herjunot Ali), Genta (Fedi Nuril), Arial (Denny Sumargo), Riani (Raline Shah) dan Ian (Igor Saykoji).
Sang sutradara membangun karakter tokoh dengan keunikannya masing-masing. Si Zafran bak pujangga, setiap kata begitu puitik keluar dari mulut dan jiwanya. Ia pembaca buku-buku syair Kahlil Gibran, satu diantaranya Sayap-Sayap Patah. Genta, sosok perfeksionis dengan disiplin tinggi. Arial, bertubuh kekar [atletis] tapi takut perempuan, dan selalu gagap menghadapi kaum hawa.
Riani, si jelita yang piawai memendam cinta-- sekaligus menjadi penengah empat lelaki yang beradu mulut, dan tak lupa meminta kuah indomie Ian. Terakhir Ian, sosok yang selalu membuat tawa. Tubuhnya tambun, penyuka indomie rebus, permainan games, pemburu film porno, dan tergila-gila pada klub sepakbola Inggris, Manchester United. Alhasil, ia menjadi mahasiswa abadi.
Sontak kebosanan membuahkan sepakat, tiga bulan tak bertemu dan keluar dari zona nyaman. Tapi 14 Agustus nanti, mereka sepakat bertemu. Hingga tiga bulan berlalu dengan aktivitas masing-masing, tapi kerinduan tak padam. Tibalah perjumpaan itu, Genta mengirimkan pesan singkat untuk bertemu di stasiun kereta api Senen. Mereka bertemu dalam kegembiraan. Ditambah keikutsertaan adik Arial, si jelita Adinda (Pevita Pearce) yang manja dalam petualangan mereka.
Menelusuri jalur selatan kereta api Jakarta-Malang. Film ini menyajikan footage-footage indah yang menggoda, lansekap persawahan, sunset-sunrise yang muncul tenggelam. Di dalam riuh penumpang kelas ekonomi itu, semua mimpi berawal. Mereka merajut asa bersama, ketempat ‘misterius’ dan hanya Genta yang tahu. Tapi mereka percaya kalimat yang selalu terucap, “Kaki untuk berjalan lebih jauh, tangan untuk berbuat lebih banyak, mata yang menatap lebih lama, leher yang lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, hati yang bekerja lebih keras, serta mulut yang selalu berdoa”.
Barulah petualangan yang sesungguhnya. Di Malang, mereka melanjutkan perjalanan dengan mobil Jeep terbuka ke Ranu Pane, pos pendakian pertama Semeru. Lansekap alam yang indah, membentang luas. Gunung tertinggi di Jawa, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Mereka bertekad mencapai puncak Mahameru, tanah di atas samudera awan puncak tertinggi pulau Jawa.
Melalui jalur pendakian Ranu Pane, Ranu Kumbolo, Tanjakan Cinta, Kalimati hingga Arcopodo. Tak ayal, sutradara Rizal Mantofani menyuguhkan panorama dan lansekap alam yang luar biasa menggoda mata, footage-footage gugusan awan putih berarak, langit biru yang luas, hingga jajaran hutan hijau bak permadani. Lembah dan tebing yang curam. Air danau dan bunga-bunga edelweis yang menawan.
Pendakian ini bukan hanya menguji adrenalin atau kekuatan fisik, tapi menantang keyakinan jiwa (perjalanan hati). Meski melelahkan, tubuh gontai, kaki terluka bahkan nyaris kehilangan nyawa (tertimpa batu) sebelum mencapai puncak Mahameru yang berdebu. Mereka tetap mendaki dan menaklukkan gunung berapi aktif di Jawa itu hingga merah-putih berkibar 17 Agustus. Film ini menyajikan akhir cerita yang manis, namun juga menyisakan nilai-nilai nasionalisme dan persahabatan yang abadi. Jangan pernah takut bermimpi, raihlah mimpi itu!
Source: satulingkar.com