Bahasa Sunda cepat punah dibanding Bahasa Bali
Bahasa Sunda cepat punah dibanding Bahasa Bali - Bahasa Sunda diperkirakan akan lebih cepat punah dibandingkan dengan bahasa Bali. Tetapi bahasa Sunda akan lebih bertahan dibandingkan dengan bahasa Jawa, walaupun jumlah penutur bahasa Jawa lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penutur bahasa Sunda.Hal itu disampaikan Drs. Mustakim, M.Hum dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada seminar "Mieling Poe Basa Indung Sadunya" yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Kota Bandung, di Padepokan Seni "Mayang Sunda", Jln. Peta, Bandung
Kondisi itu terjadi, kata Mustakim, karena dari 8 bahasa daerah yang menggambarkan laju kepunahannya adalah sebagai berikutt, bahasa Batak 9.8 persen, bahasa Bugis 8.8 persen, bahasa Minang 7.6 persen, bahasa Jawa 4.1 persen, bahasa Sunda 3.9 persen, bahasa Banjar 2.5 persen, bahasa Madura 2.2 persen, dan bahasa Bali 2.1 persen. Prosentase itu menunjukkan prosentase penutur yang tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya.
"Semakin tinggi prosentasi penutur tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya, semakin tinggi laju kepuahannya," demikian Mustakin.
Bahasa Sunda lebih cepat laju kepunhan dibandingkan dengan bahasa Bali karena bahasa Bali didukung oleh seni budaya daerah yang gunakan bahasa bali. Itu artinya, kalau bahasa Sunda ingin bertahan kokoh maka seni budaya Sunda harus tetap dibina, dikembangkan, dan dilestarikan agar memperkuat ranah penggunakan bahasa Sunda.
Sementara alasan bahasa Sunda lebih rendah laju kepunahannya dibandingkan dengan bahasa Jawa karena didukung oleh banyaknya buku-buku juga surat kabar terbitan berbahasa Sunda. Di Jawa kata Mustakim, pernah ada media berbahasa Jawa "Mekar Sari" tetapi tidak bertahan dan akhirnya menjadi suplemen surat kabar "Kedaulatan Rakyat".Alasan lain terjadi punahnya daerah adalah para penutur muda yang sudah tidak mau lagi menggunakan bahasa daerah. Bahasa daerah dianggap kampungan dan "ndeso". Padahal semakin sedikit jumlah penutur, semakin mempercapat kepunahan bahasa daerah itu.
Kemungkinan yang terjadi ke depan, lanjut dia, bahasa daerah yang akan bertahan justru bahasa "selancaran" atau bahasa "ngoko" (bahasa Jawa) atau bahasa "cohag" (bahasa Sunda). Yang notabene tergolong ke dalam bahasa kasar. Satu-satunya untuk menahan laju kepunahan dan menjadi benteng terakhir bahasa daerah adalah keluarga.
Source: portalbandung.com